Spiga

Rancangan2

A. Tahap Enaktif
Suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkret atau situasi nyata.
B. Tahap Ikonik
Suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif.
C. Tahap Simbolik
Suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak, baik simbol-simbol verbal (misalkan huruf-huruf, kata-kata atau kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika maupun lambang-lambang abstrak lainnya (Hidayat,2004:9).
Suatu proses belajar akan berlangsung secara optimal jika pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, dan kemudian jika tahap belajar yang pertama ini dirasa cukup, peserta didik beralih ke tahap belajar yang kedua, yaitu tahap belajar melalui bayangan visual, gambar/diagram yang kemudian dilanjutkan dengan tahap ketiga yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi simbolik.
2. Pembelajaran Matematika
Istilah matematika berasal dari bahasa latin mathematica yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti "relating to learning". Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa yaitu mathanein yang mengandung arti belajar atau berpikir (Suherman, 2003:15-16). Oleh karena itu matematika juga erat hubungannya dengan pembelajaran.
Suyitno(2004) menyatakan bahwa pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim atau pelayaran terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dan peserta didik.
Matematika sebagai salah satu mata pelajaran dan sekolah mempunyai fungsi dan tujuan. Adapun fungsi matematika itu adalah sebagai berikut.
A. Mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui materi pengukuran dan geometri, aljabar dan geometri.
B. Mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram dan tabel.
Tujuan pembelajaran matematika adalah sebagai berikut.
A. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan misalnya kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsisten.
B. Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi atau dugaan serta mencoba-coba.
C. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.
D. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan.

Rancangan

I. Judul = KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 7 SEMARANG PADA MATERI POKOK PERBANDINGAN SENILAI
II. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memiliki peran sentral dalam mengantisipasi perubahan dalam berbagai bidang. Pendidikan tidak hanya menggambarkan fakta dan konsep tetapi juga harus memperhatikan terjadinya pembelajaran sehingga peserta didik siap untuk memecahkan problem kehidupan yang dihadapi. Sehingga diharapkan dapat mengilhami untuk menghadapi problematika kehidupan nyata.
Sudarman menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran, siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi. Otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya, ketika anak didik lulus dari sekolah mereka pintar teoritis tetapi mereka miskin aplikasi. Dengan kata lain, pendidikan tidak diarahkan membentuk manusia cerdas, memiliki kemampuan pemecahan masalah hidup, serta tidak diarahkan untuk membentuk manusia kreatif dan inovatif.
Dwi Lasati mengatakan bahwa konstruktivisme berasumsi bahwa siswa belajar sedikit demi sedikit dari konteks yang terbatas kemudian siswa mengkonstruksi sendiri pemahamannya dan pemahaman tersebut diperoleh dari pengalaman belajar yang bermakna.
Alfred North White Head mengatakan bahwa dalam melatih seorang anak menggunakan pikirannya biarkan gagasan-gagasan utama yang diperkenalkan kepada anak sedikit saja, tetapi penting dan biarkan gagasan-gagasan tersebut digabungkan menjadi beragam kombinasi yang mungkin. Si anak harus menjadikan gagasan-gagasan itu miliknya sendiri dan harus paham bagaimana menerapkannya dalam kehidupan nyata.
Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Pendekatan Konstruktivisme menekankan pada pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri berdasarkan pengetahuan yang sudah mereka ketahui dengan cara mengkonstruksi sedikit demi sedikit yang kemudian diarahkan kepada permasalahan yang sedang dihadapi.
Tokoh Cholik Mutahir (Abbas;2000:2) menyatakan bahwa saat ini pola pengajaran terlalu banyak didominasi oleh guru, khususnya dalam transformasi pengetahuan kepada anak didik. Pola pengajaran seperti itu harus diubah dengan cara menuntun dan menggiring anak didik mencari ilmunya sendiri. Jadi peran guru di sini hanya sebagai fasilitator, sedangkan anak didik harus menemukan konsep-konsep secara mandiri.
II. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang timbul adalah sejauh mana keefektifan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan konstruktivisme terhadap hasil belajar siswa kelas VIII SMP NEGERI 7 SEMARANG pada materi pokok perbandingan senilai.
IV. Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut.
A. Bagi siswa
1. Mampu mengembangkan kecakapan hidup siswa, kecakapan berfikir, kecakapan berkomunikasi, kecakapan bekerjasama.
2. Belajar dengan suasana yang menyenangkan.
B. Bagi guru
1. Berkesempatan menerapkan model pembelajaran yang dikembangkan.
2. Berkesempatan melakukan modeling, sehingga tidak mengalami kesulitan saat mengimplementasikan.
V. Tinjauan Pustaka
1. Teori Belajar
Menurut Abu Ahmadi (1986:2):" Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan dan perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah lalu yang baru berkat pengalaman dan latihan.
Sedangkan menurut Nana Sudjana (1989:5)
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta berubahnya aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.
Menurut J. Bruner (dalam Hidayat 2004:8) belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya. Pengetahuan perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) manusia yang mempelajarinya. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar mengajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan itu dipelajari dalam tahap-tahap sebagai berikut.